Text
Lintang Hukum
Kebakaran!" Seruan dari warga berhasil menarik perhatian setiap rumah yang berdekatan dengan bau asap yang menyengat. Banyak warga berhamburan keluar untuk melihat sebuah rumah berlantai dua terbakar dengan api yang terus membesar. Ada yang berusaha memadamkan dengan seember air, ada yang menelepon pemadam, bahkan ada yang hanya berdiri di sana untuk mengabadikannya lewat kamera ponsel. "Pemadam gak bisa lewat!"
Banyak raga berhamburan ke sana kemari untuk segera membantu mobil pemadam yang terjebak di persimpangan jalan. Jalan cukup kecil untuk dimasuki mobil damkar yang berkali lipat lebih besar.
"Bantu, bantu, bantu!” teriak salah seorang warga di sana.
Seorang anak laki-laki berdiri sendirian di sana, di depan gerbang rumah yang sedang dilahap oleh ganasnya api. Ia menelisik rumah itu tanpa terganggu oleh teriakan warga setempat. Kedua netranya menangkap sesosok raga di jendela yang terbuka. Kakinya mulai melangkah dengan gesit, tak memedulikan teriakan siapa pun yang melarangnya untuk segera masuk.
Panasnya api mulai mengenai anggota tubuhnya, tapi anak laki-laki ini begitu acuh. Ia terus melangkah untuk segera menyelamatkan raga yang masih bernapas di dalam sana. Beberapa kali ia menghindari kayu atau objek yang sudah terkontaminasi dengan api. “Ah...,” ringisnya, tapi tetap terus melangkah dengan kaki kecilnya.
“Tolong bertahan...,” lirihnya. Dari ujung pelipis hingga kakinya sudah terbasahi oleh keringat, beberapa kali tubuhnya sudah beradu dengan api di sana.
Sampai di mana ia menemukan sebuah ruangan dengan jendela yang terbuka, kedua netranya menangkap seorang anak perempuan yang tengah menutup mata dengan kedua telapak tangannya. Tubuhnya tergeletak di tengah panasnya api. Anak laki-laki itu berjongkok, berusaha memapah anak perempuan itu dengan tenaga sisa.
2040 | 813 WAH l | Perpustakaan SMKN 10 Jkt | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain